Anak-anak sekolah di Distrik Wandai, Kabupaten Intan Jaya, Papua, mungkin bingung jika diajarkan peribahasa “Asam di gunung, garam di lautan.” .
Ya, karena di tempat mereka, yang berbukit-bukit dan jauh dari itu, tidak ada pohon asam. Sementara garam justru mudah didapat karena ada sebuah kolam garam yang sejak zaman nenek moyang sudah dimanfaatkan untuk membuat garam oleh masyarakat setempat.
Di Dusun Jae, Kampung Sabisa, Distrik Wandai, terdapat kolam garam yang dalam bahasa lokal biasa disebut Moe Kumu. Kumu artinya garam, dan Moe adalah nama sungai yang mengalir di dekat kolam garam ini.
Sejatinya, kolam garam yang berbentuk elips dan berukuran sekitar 5×2 meter ini dialiri oleh mata air di bawah batu besar dekat kolam. Meski debit airnya kecil, namun alirannya tidak pernah mati sepanjang tahun.
Konon, sejak dahulu kala garam dari Wandai sudah dimanfaatkan bukan hanya oleh masyarakat Wandai saja, tapi juga beberapa suku di kawasan Pegunungan Tengah, Papua. Bahkan pencari garam juga datang dari Wamena, meski mereka harus menempuh perjalanan kaki beberapa hari.
Memang, tidak mudah untuk mencapai lokasi kolam garam ini. Dari ibukota kabupaten, Sugapa, kita harus naik ojek sekitar dua jam sampai di Sungai Kemabu. Nah, di sungai Kemabu ini hanya ada jembatan gantung selebar 1 meter dan belum bisa digunakan untuk menyeberangkan kendaraan bermotor. Lalu, dari jembatan ini, kita harus berjalan kaki sekitar 2-3 jam tergantung seberapa lama bila mampu berjalan tanpa sering berhenti.
Selain di Homeyo lama atau Kampung Sabisa, kolam garam juga ada di Desa Ugimda dan Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Mata air yang keluar di tempat ini juga mengandung air garam dari dalam tanah, yang telah dmanfaatkan masyarakat sejak zaman dulu.
Masyarakat mengolah air garam tersebut dengan cara tradisional. Sebuah drum bekas dibelah menjadi dua. Di masing-masing belahan drum itu diisi dengan air kolam garam, kemudian dipanaskan dengan cara dibakar dengan kayu yang diletakkan di bawah drum. Sambil dipanaskan, air garam diaduk-aduk terus hingga menggumpal. Pada zaman dahulu, sebelum ada drum, masyarakat biasa menggunakan batu untuk memasak air garam ini.
Setelah itu sedikit-sedikit dipindahkan ke dalam tempat khusus yang dibuat dari daun pandan atau kelapa hutan. Setelah dibungkus lalu dikeringkan di atas api. Beberapa hari kemudian, garam pun jadi dan siap dipasarkan.
Bila bungkusan daun pandan dibuka, garam di dalamnya wujudnya seperti batu. Bagian bawahnya tinggal digerus, lalu jatuhlah butiran-butiran garam yang berwarna putih, rasanya asin, dan bisa segera dicampurkan ke dalam masakan.
Untuk anda yang ingin men Jual Garam Beryodium Sumatraco, jangan khawatir untuk menjadikan pilihan. Karena telah terbukti Jual Garam Beryodium Sumatraco mengandung yodium yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Selain juga tentu menguntungkan untuk anda yang ingin menjadi distributor Jual Segala Macam Garam Industri Sumatraco.
Sumatraco menjadi salah satu perusahaan yang men Jual Segala Macam Garam Industri Sumatraco yang memiliki Pabrik Garam Indonesia yang telah uji klinis dan keamanannya dan menjadi Pabrik Garam Tertua yang masih beroperasi hingga kini. Pabrik Garam Indonesia Sumatraco menJadi Sell Industrial Salt Indonesia dan tak perlu ragu untuk menjadi distributor Jual Garam Beryodium Sumatraco.